Mungkin ada di antara kita pernah mengujungi Masjidil Haram
baik untuk menunaikan ibadah haji maupun ibadah umrah. Barangkali ada di
pertanyaan yang terbersit, mengapa lantai di Masjidil Haram tidak panas
sedangkan cuaca pada saat itu benar-benar panas hingga mencapai lebih 40
derajat.
Melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di malam dan siang hari
memang berbeda. Jika malam hari, cuaca cukup dingin. Karenanya, orang sekitar
Mekkah jika ingin melakukan umrah biasanya dilakukan pada malam hari.
Begitu juga dengan warga di sekitar Kota Makkah seperti
Jeddah. Warga di kota
yang terletak sekitar satu jam perjalanan dari Mekkah ini, biasanya keluar pada
sore hari agar bisa shalat Maghrib berjamaah sekaligus melakukan umrah.
"Kebiasaan orang di sini begitu. Agak aneh kalau
berangkat ke Mekkah untuk umrah pada pagi hari, "kata guide MCH Jeddah,
Sahe, yang sudah tinggal 23 tahun di Arab Saudi.
Memang suhu di Mekkah belakangan ini cukup panas berkisar
antara 40-42 derajat celsius. Bandingkan dengan Jakarta yang puncak panasnya berada di
kisaran 37 derajat celcius. Puncak panas biasanya terjadi pada pukul 15.00
waktu setempat. Setelah itu, terus menurun hingga malam hari.
Memang kondisinya sangat jauh berbeda. Jika malam hari,
melakukan thawaf tidak terlalu menguras tenaga. Berbeda halnya jika thawaf
dilakukan siang hari. Keringat sudah pasti bercucuran karena panas matahari
yang menyengat.
Meski demikian yang unik, meski mengelilingi Ka'bah tanpa
alas kaki, namun telapak tidak terasa panas sama sekali. Padahal tempat thawaf
merupakan ruang terbuka, panas matahari langsung menerpa lantai marmer.
Ini berberda dengan lantai di jalan hendak keluar dari pintu
Marwah. Saat berjalan, telapak kaki terasa sangat panas bak berjalan di atas
bara api. Sehingga banyak orang berjinjit dan berlari kecil untuk menghindari
panas tersebut.
Lalu kenapa di lantai tempat thawaf dan di luar masjidil
haram berbeda 180 derajat. Ini menimbulkan rasa ingin tahu. Salah satu Ummal
(cleaning service) di Masjidil Haram, Udin (40), mengatakan di bawah Ka'bah dan
tempat tawaf memang dipasang air conditioner (AC) agar telapak kaki peziarah
tidak melepuh, kepanasan.
Setelah membaca buku Sami bin Abdullah al Maghlouthm 'Atlas Haji
dan Umrah' dan sumber lainnya, barulah terungkap. Awalnya, tempat thawaf tidak
berubin marmer seperti saat ini. Dulu hanyalah hamparan pasir lapang. Barulah
pada masa Abdullah Ibnu Zubair. Ubinnya saat itu bergaris lima meter dari Ka'bah, sampai 1375 Hijrah
atau 1954 M di masa Raja Abdul Aziz sumbangan marmer terus berdatangan. Kini
lantai marmer untuk thawaf terbuat dari marmer kualitas terbaik yang mampu
menahan teriknya panas matahari.
Awalnya lokasi tawaf tidak seluas sekarang, terdapat
bangunan di atas Maqam Ibrahim dan juga gerbang pintu masuk sumur Zamzam.
Pada masa Raja Faisal modifikasi dilakukan melanjutkan
periode Raja Saud, di antaranya adalah pembongkaran bangunan di atas Maqam
Ibrahim, sehingga lokasi untuk thawaf lebih lebar dari sebelumnya.
Pada masa Raja Khalid, perluasan halaman untuk tawaf kembali
dikembangkan. Gerbang menuju sumur zamzam dipindahkan ke dekat serambi masjid
sebelah timur. Karena itulah area tawaf menjadi lebih luas dari 3.298 meter
menjadi 8.500 meter, seluruh bagian Masjidil Haram lama menjadi tempat thawaf.
Kemudian, modifikasi dilanjutkan pada masa Raja Fahd.
Dibangunlah ruang bawah tanah. Tak hanya itu, lantai bawah tanah juga
dilengkapi dengan pengatur udara dingin. Pusat mesin dibangun di daerah Ajyad.
Air dingin dialirkan di lantai bawah tanah berasal dari tempat yang sama.
Jadi wajar saja, jika lantai yang digunakan untuk tempat
tawaf tidak merasa panas sekalipun suhu udara sangat panas. Ini adalah bentuk
layanan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi terhadap jamaah yang setiap tahun harus
meninggalkan sanak keluarga di negara mereka demi melaksanakan Rukun Islam
ke-5.
sumber : http://berkah2013.blogspot.com
No comments:
Post a Comment